Kontrovesi Pencabutan Perda, Pemda Bisa Gugat Pemerintah Pusat

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa kebijakan pembatalan ribuan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah memberikan efek domino yang positif bagi pertumbuhan ekonomi.

Menurut Tjahjo, kebijakan yang berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang kewenangan Menteri Dalam Negeri itu menyasar peraturan yang menghambat investasi penanaman modal asing dan dalam negeri.

“Penghapusan peraturan ini jelas berdampak pada berkurangnya secara signifikan biaya tinggi yang selama ini membebani dunia usaha atau investasi modal asing atau dalam negeri,” ujar Tjahjo melalui pesan singkat, Minggu (19/6).

Ia juga memastikan akan adanya dampak positif kebijakan ini di sejumlah sektor. Beberapa sektor tersebut mulai dari yang memproduksi barang primer, seperti pertanian, perikanan, perkebunan dan pertambangan.

Kemudian sektor sekunder, seperti manufaktur dan listrik, serta sektor tersier, seperti perdagangan, transportasi, perbankan dan jasa. Tjahjo melanjutkan, jika ongkos investasi menurun, maka otomatis dunia investasi di sejumlah sektor tersebut meningkat tajam di seluruh kota/kabupaten/provinsi se-Indonesia.

Suburnya dunia investasi, kata Tjahjo, akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Angka pengangguran akan menurun diikuti dengan menurunnya angka kemiskinan dan kriminalitas.

“Dengan meningkatnya penghasilan, daya beli masyarakat naik. Otomatis juga penerimaan negara meningkat karena orang semakin banyak bayar pajak, misalnya PBB, PKB dan BBN-KB,” ujar Tjahjo.

Jika penerimaan pajak meningkat, maka menurut dia, Pendapatan Asli Daerah (PAD) otomatis meningkat.

Dengan begitu, ruang fiskal pemerintah semakin bertambah dan mampu membiayai program-program prorakyat.

“Mampu mendukung secara signifikan program-program prioritas pemerintah misal, infrastruktur, pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan dan ketahanan pangan,” ujar Tjahjo.

Sementara mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan, pemerintah daerah bisa menggugat pemerintah pusat apabila tidak setuju dengan penghapusan peraturan pemerintah daerah yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Mekanisme itu bisa dilakukan setelah proses executive review di mana pemerintah pusat berhak melakukan evaluasi dan membatalkan suatu peraturan daerah.

Namun, di sisi lain, pemerintah daerah diberikan hak untuk menguji keputusan Kemendagri itu ke Mahkamah Agung.

“Jadi, kalau pemerintah daerah menetapkan perda tersebut, tetapi tidak puas atas keputusan Kemendagri, pemerintah daerah diberi hak untuk mengajikan keberatan langsung ke Mahkamah Agung,” ujar Jimly seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (16/6/2016).

Menurut Jimly, mekanisme ini memberikan ruang kepada kepala daerah untuk melakukan pengujian. Apabila ternyata MA menyatakan penghapusan perda itu tidak sah, perda akan dinyatakan berlaku kembali.

Presiden Joko Widodo sebelumnya mengumumkan, Kemendagri sudah membatalkan 3.143 peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Peraturan-peraturan tersebut dianggap bermasalah.

Peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang dibatalkan itu, kata Jokowi, adalah peraturan yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi.

Selain itu, peraturan tersebut dianggap menghambat proses perizinan dan investasi serta menghambat kemudahan berusaha.

“Peraturan-peraturan itu juga bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi,” ujar Jokowi.

“Saya tegaskan bahwa pembatalan ini untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang besar, yang toleran, dan memuliki daya saing,” lanjut Jokowi.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pembatalan 3.143 perda itu bukanlah yang terakhir. Ke depan, kementeriannya akan melakukan lagi kebijakan serupa. (wahyudi/red)

Disarankan
Click To Comments