Buntut Penggeledahan, Pegawai Bea Cukai Soekarno-Hatta Ditetapkan Jadi Tersangka

DIDUGA MEMERAS PERUSAHAAN EKSPEDISI

TANGERANG,PenaMerdeka – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menetapkan QAB, pegawai non-aktif di Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta, sebagai tersangka kasus pemerasan pada Kamis (3/2/2022) kemarin. Ia diduga memeras atau meminta pungutan liar (pungli) kepada sebuah perusahaan jasa ekspedisi, PT SQKSS, sejak April 2020 sampai April 2021.

“Pada hari ini, Kamis, tim penyidik Kejati Banten telah memeriksa saksi QAB sekira pukul 10.00 WIB di Ruang Pemeriksaan Bidang Pidana Khusus Kejati Banten,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Banten Ivan H Siahaan dalam keterangan resminya. 

Ivan melanjutkan, seusai memeriksa QAB, Kejati Banten menemukan bukti bahwa QAB diduga memeras dan/atau meminta pungli. Berdasarkan temuan itu, pihaknya langsung menetapkan QAB sebagai tersangka kasus pemerasan atau pungli.

“Maka pada hari ini, sekira pukul 16.00, terhadap QAB ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat penetapan tersangka yang ditandatangani oleh Kepala Kejati Banten,” tuturnya.

QAB disangkakan Pasal 12 huruf E dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Asisten Intelijen Kejati Banten Adhyaksa Darma Yuliano berujar, saat masih aktif bekerja, QAB diduga memaksa pengurus PT SQKKS untuk memberikan sejumlah uang dari barang/jasa titipan yang masuk.

“Setiap kilogram barang yang termasuk dalam daftar barang PT SKK (SQKSS) dengan tarif Rp 2.000 per kilogram atau Rp 1.000 per kilogram selama periode bulan April 2020 sampai dengan April 2021,” ujarnya.

Dia mengatakan, QAB memerintahkan pegawai lainnya berinisial VIM untuk meminta duit kepada pihak swasta. Selain itu, QAB juga meminta uang denda PT SQKSS dari Rp 1,6 miliar menjadi Rp 250 juta.

“Permintaan itu dilakukan dengan cara menekan melalui surat peringatan, surat teguran, dan ancaman untuk membekukan operasional TPS dan mencabut izin operasional,” kata dia.

Hasil operasi intelijen menemukan adanya unsur tindak pidana korupsi berupa pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Huruf E UU Nomor 31 Tahun 1999. (hisyam)

Disarankan
Click To Comments