Politisi Warning Kasus Dugaan Gelembung Suara Pileg Merembet ke Pilwalkot Tangerang
UP-DATE JELANG PILKADA: KASUS PILEG DIPERKARAKAN KE MK
KOTA TANGERANG,PenaMerdeka – Pemilihan Umum Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwalkot) Tangerang bakal digelar November 2024. Masyarakat mensinyalir persoalan proses pemilihan legislatif (Pileg) lalu disebut bakal menemui persoalan, jika proses momen Pilkada pasangan wali kota Tangerang periode 2024-2029 nanti luput evaluasi.
Sebab, sejumlah temuan kasus penggelembungan suara momen Pileg 14 Febuari 2024 malah kata sejumlah pihak, potensi berbuntut hinga penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang. Ditambah lagi kontestasi bakal digelar hanya tinggal menghitung bulan.
Gong kompetisi pilkada telah dimulai, lantaran sejumlah nama bakal calon wali kota (Cawalkot) telah mencuat meramaikan bursa jelang pencalonan Pilwalkot Tangerang. Wasit dan penyelenggaranya harus siap mensterilkan proses penyelenggaraan.
Menurut Hartoto politisi asal PPP, ajang Pilwalkot Tangerang memang berbeda dengan aura Pileg. Tetapi beberapa kasus penggelembungan suara di Banten yang marak terpublikasi potensinya bisa terjadi menemui persoalan serupa saat Pilkada serentak di manapun di laksanakan.
“Jadi harus ada evaluasi frontal. Pasalnya kita ini kan lagi berproses menelurkan bibit unggul calon pemimpin. Ya kontek pilkada itu sendiri harus jujur amanah serta berkeadilan. Semua unsur yang terlibat pilkada hingga masyarakat kalau mau lebih kondusif, sukses dan maju kotanya, berarti pelototi proses Pilwakot – nya,” tegas Hartoto kepada penamerdeka, Sabtu (20/4/2024).
Beragam modus kerap ditemukan, dia mencontohkan, kasus yang terjadi untuk Caleg DPRD Kota Serang. Pelakunya dilakukan oknum penyelenggara. Kasusnya memang diakuinya banyak melibatkan pihak pihak tertentu.
Bawaslu setempat kata Hartoto sempat memeriksa 60 orang terkait kasus penggelembungan suara caleg di TPS 01 sampai TPS 06 dan TPS 18 Kelurahan Kemanisan, Kota Serang. Ada sebanyak 60 orang yang diperiksa. Terdiri dari KPPS, saksi, termasuk petugas TPS.
“Ini sepertinya bekerjanya sistematis dan massal. Dan tidak mungkin berdiri sendiri,” ungkap Hartoto.
Dia melanjutkan, beragam temuan kasus penggelembungan suara yang mencuat dimungkinkan berawal dari nekatnya oknum petugas.
Modus lain bisa saja potensi terjadi dan sangat bervariasi kalau kita lengah lantaran minim pengawasan, skenario intinya berindikasi sudah mendapat pesanan. Sama juga bahwa kuat diduga telah dipersiapkan sejak jauh hari untuk menguntungkan salah satu calon.
“Antisipasi sebelum pelaksanaan Pilwalkot Tangerang, harus jeli tertib pas proses rekrutmen penyelenggara. Kalau ada oknum yang terendus curang ya harus bersih bersih,” ucap pria yang kerap disapa Bang Haji Toing ini.
BB DUGAAN GELEMBUNG SUARA DITEMUKAN DI KOTA TANGERANG
Apalagi kata mantan Anggota DPRD Kota Tangerang ini beralasan, bahwa kasus dugaan penggelembungan suara saat Pileg di Kota Tangerang juga telah muncul ke masyarakat, dan bukan sekedar isu saja.
Kasusnya bakal diperkarakan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Memang sedang berproses di MK, hakim konstitusi nanti yang memutuskan tetapi menurutnya hal ini menjadi preseden buruk gelaran demokrasi, mempertontonkan lemahnya etika etos kerja padahal sama saja menimpa badan semua penyelenggara.
“Dari barang bukti (BB) ada dugaan kuat. Ini pintu masuk membongkar keterlibatan oknum penyelenggara di semua tingkatan. Termasuk oknum caleg dari partai. Kan gak mungkin ujug-ujug berdiri sendiri. Dari kasus ini menjadi pelajaran jangan sampai presedennya menjamur hingga ke gelaran Pilwalkot Tangerang. Sudah (berkas dan barang bukti, red) masuk terregistrasi perkara di MK pada Maret 2024 lalu,” kata Hartoto.
Dalam kasus ini, kendati belum dibuktikan putusan sidang MK, namun puluhan temuan dalam barang bukti C-1 Hasil dugaan kecurangan angka suara di TPS lalu saat perhitungan di PPK didapati juga indikasi penggelembungan, tentunya potensial menguntungkan raihan caleg partai lain, ini menandakan ada persoalan.
“Kontestasi Pileg saja masyarakat sudah menilai. Calon gak pernah turun ke lingkungan, gak nyapa ke masyarakat tapi suaranya melambung jadi dewan. Masyarakat tidak bodoh, dan sudah tahu soal itu. Persoalannya secara moral artinya kan? Kalau gaji penyelenggara dari pajak rakyat. Kalau nantinya tega malah dijadikan lahan bisnis jual beli suara. Ayolah jangan bermain main api.”
“Masyarakat dan kita harapannya jangan terjadi pas Pilwalkot nanti. Kita pokoknya mendukung supaya penyelenggaraan sukses,” kata tokoh senior Forkabi ini menegaskan. (red)