BANTEN,PenaMerdeka –Kebijakan menyelenggarakan pengobatan gratis kepada 2 juta penduduk di Banten, melaui KTP menurut Wahidin Halim, Gubernur Banten, tidak mempunyai maksud menentang hirarki hukum.
“Kita tidak bermaksud melawan hirarki hukum. Tetapi murni memang ada sekitar 2 juta penduduk Banten yang belum tercover premi BPJS kesehatannya,” kata Gubernur Banten melalui pesan singkat WhatsAppnya kepada wartawan, Kamis (8/2/2018).
Di daerah lain, kata gubernur yang pernah tercatat sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR-RI ini kembali mengatakan, soal pengobatan gratis juga memang belum semuanya tercover pemerintah. Ada sekitar 79% masyarakat Banten yang sudah dibantu pemerintah, sisanya belum.
Persoalan ini memang berawal lantaran ekonomi mereka masih serba pas-pasan. Untuk keperluan makan sehari-harinya saja mereka memang kesulitan. Program pengobatan gratis ini sudah dimasukan dalam APBD Pemprov Banten 2018 senilai Rp300 miliar.
Keperluan tidak melakukan pembayaran premi karena pertimbangannya akan memboroskan APBD. Kalau sekarang pembayaran premi dikucurkan kepada rakyat Banten dari APBD itu bisa meningkat dua kali lipat. Jadi kita hanya melakukan pembayaran kepada masyarakat yang terkena penyakit saja.
“Semua beban biaya kita tanggung, contohnya biaya yang hanya 3 hari semua ditanggung sesuai lamanya kebutuhan perawatan. Termasuk juga pembayaran anggaran tindakan pasien operasi,” ucap WH.
Pemprov Banten saat ini masih butuh alokasi anggaran tidak hanya di sektor pengobatan gratis saja tetapi konsen juga untuk proyek inftrastruktur, pendidikan dan sejumlah kegiatan pembangunan lainnya.
“Maka itu Pemprov pun sudah melakukan koordinasi dengan Kemenkes. Dan sudah dilaporkan juga ke Presiden. Tidak bermaksud melanggar Undang-undang yang sudah ada. Tetapi sayangnya ditolak,” kata WH menjelaskan.
Ketika ditanya soal adanya masyarakat Banten yang akan melakukan upaya Judical Review atas Undang-undang itu bisa saja terjadi lantaran mereka mendukung program pengobatan gratis tersebut.
“Saya mendukung, karena upaya ini langkah yang kosnstitusional,” ucapnya.
Sementara itu, Anung Sugihantono, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementrian Kesehatan RI menyebutkan, terkait program kesehatan gratis yang dilakukan Gubernur Banten adalah baik.
Hanya saja kata mantan Kepalan Dinas Pemprov Jawa Tengah (2011) bahwa pola pengobatan gratis harus sejalan dengan Undang-undang BPJS yang ada.
“Berbeda dengan Pemprov DKI Jakarta. Kalau di DKI Jakarta bupati dan walikotanya ditunjuk oleh Pemprov DKI langsung. Sistem pemerintahannya berbeda dengan daerah lainnya, artinya karena daerah khusus Pemprov DKI juga disebut mempunyai rakyat,” kata Anung via ponselnya menjelaskan.
Selain DKI Jakarta, pola pembiayaan kesehatan yang tertera dalam Undang-undang harus terkoneksi dengan daerah tingkat kota dan kabupaten. Pemerintah di luar DKI Jakarta kabupaten dan kota nya notabene mempunyai rakyat.
“Solusi yang paling fundamental ketika ada rakyat yang belum mendapat premi harus tetap mengikuti aturan yang ada. Kalau pak Gubernur mau membayar pasien dirawat dahulu nanti baru dibayar,” ungkapnya.
Ini pasalnya ada kaitannya dengan tata kelola pemerintahan dan akhirnya harus terkoneksi dengan aturan di bawah Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Niat baik pemrov harus juga terkoordinasi dengan Kemendagri. Supaya tidak berbenturan,” tandas Anung. (wahyudi)