Aksi Teatrikal Warnai Demonstrasi Jurnalis di Kota Tangerang Tolak RUU Penyiaran
JEBOL PAGAR DUDUKI KANTOR WAKIL RAKYAT
KOTA TANGERANG,PenaMerdeka – Puluhan massa dari berbagai kelompok jurnalis di Kota Tangerang, Banten menggeruduk kantor wakil rakyat setempat menggelar demonstrasi dalam menuntut penolakan revisi rancangan undang-undang (RUU) Penyiaran.
Selain Jurnalis dari media televisi, media cetak, radio, dan online, aksi itu juga dilangsungkan bersama beberapa unsur mahasiswa di Kota Tangerang yang berkumpul membawa berbagai spanduk bertuliskan penolakan.
Aksi Jurnalis di Kota Tangerang ini dipicu RUU Penyiaran besutan Komisi I DPR RI lantaran dinilai mengerdilkan peran pers dan salah satu pasal kontroversi yang menuai sorotan adalah larangan menyiarkan penayangan liputan investigasi.
Pasal 8A Ayat (1) huruf q
Dalam pasal tersebut disebutkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (1) berwenang (q) menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran.
Klausul ini dinilai bertentangan dengan Pasal 15 Ayat (2) Huruf D UU Pers 40/1999 yang menyatakan salah satu fungsi Dewan Pers ialah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
Pasal 50B Ayat (2) huruf c
Pasal tersebut pada pokoknya menyatakan Standar Isi Siaran (SIS) melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Pada Ayat (2) disebutkan selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), SIS memuat larangan mengenai (c) penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Selain menyuarakan apa yang dituntut dalam aksi para Jurnalis di Kota Tangerang itu juga, salah satu insan pers melakukan aksi teatrikal seolah-olah bahwa Dewan Perwakilan Rakyat ini telah mati.
Dia berjalan merangkak dengan dibaluri lilin yang menyala di tengah terik matahari dan memukul kaleng yang seolah memberikan tanda bahwa tindakan yang dilakukan DPR RI sudah cukup berlebihan.
Tak lama kemudian, massa membakar ban sambil membacakan puisi dari jurnalis di Kota Tangerang.
Massa yang mengetahui bahwa perwakilan dari DPRD Kota Tangerang tidak ada di tempatnya, massa jurnalis memaksa masuk dan membongkar pagar dan merangsek ke gedung itu sambil memasang bendera.
Salah satu Jurnalis di Kota Tangerang, Muhammad Iqbal menyebutkan, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pers telah dijamin kemerdekaannya dan telah diakui keberadaannya sebagi Pilar ke-4 demokrasi.
Sebab, pers dianggap amat erat dengan roh demokrasi yakni kebebasan berekspresi, bahkan secara konseptual, kebebasan pers dapat membuahkan pemerintahan yang cerdas, bijaksana, dan bersih.
“Melalui pers, masyarakat dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga tercipta mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan. Sayangnya, nilai- nilai di atas dapat memudar, bahkan lenyap ditelan kekuasaan,” tegasnya.
Tidak hanya jurnalis, lanjut Iqbal sejumlah pasal dalam revisi UU Penyiaran juga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi, dan diskriminasi terhadap kelompok marginal.
“Kekangan ini akan berakibat pada memburuknya industri media dan memperparah kondisi kerja para buruh media dan pekerja kreatif di ranah digital,” tukasnya.
Sementara Jurnalis di Kota Tangerang lainnya, Hendrik Simorangkir menyatakan, dalam RUU Penyiaran tersebut berisikan pasal-pasal yang dapat mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik, bahkan pembungkaman terhadap pers.
Hendrik menambahkan, beberapa pasal bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.
“Dengan ini tentu jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah kita perjuangkan bersama,” tandasnya. (hisyam)