JAKARTA,PenaMerdeka – Meski lebaran sudah lewat satu bulan lebih, harga bahan pangan masih tinggi dipicu kondisi global yang berdampak pada kenaikan biaya produksi. Hal tersebut adalah anomali, sebab meski permintaan turun, namun harga masih tinggi.
“Tapi sekarang masalahnya adalah cost push atau kenaikan harga dari biaya produksi,” ucap Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, dikutip Kamis (2/6/2022).
Bhima mengatakan, saat ini harga pakan ternak naik lantaran jagung dan gandum meningkat tajam sejak awal tahun. Akibatnya mempengaruhi harga jual daging dan telur.
Berdasarkan data di pasar spot internasional, harga jagung mengalami kenaikan sebesar 10,8 persen setahun terakhir, dan gandum 57,9 persen di periode yang sama.
Krisis di Ukraina, serta proteksionisme yang dilakukan oleh negara produsen utama pangan seperti India yang membatasi ekspor gandum memicu kenaikan biaya produksi secara signifikan.
Bukan hanya Indonesia, di hampir seluruh dunia input pakan ternak alami lonjakan harga. Kemudian, di sektor pertanian harga pupuk non subsidi naik tajam.
“Urea bisa lebih dari 200 persen kenaikan harga nya. Ketika input biaya produksi naik, maka cabe ikut mahal. Selain tentunya ada faktor cuaca, dan musim tanam di beberapa daerah penghasil utama,” jelasnya.
World Bank Commodity Price menunjukkan indeks harga pangan secara global mengalami kenaikan sebesar 32,5 persen (yoy). Sementara indeks kenaikan harga pupuk mencapai 151 (yoy).
Bhima memprediksi perkembangan berbagai faktor baik pasokan dan permintaan membuat harga pangan akan terus tinggi hingga akhir 2022.
Harga sejumlah komoditas pangan di pasar tradisional di Jakarta naik. Hal tersebut tak lepas dari jumlah pasokan yang mulai turun.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com pada Rabu (1/6) pagi, di Pasar Inpres Pasar Minggu, Jakarta Selatan, harga cabai rawit merah melonjak dari Rp40 ribu pekan lalu menjadi Rp80 ribu per kilogram. (uki)