Banten Darurat Lahan Pertanian, Disebut Lantaran Reforma Agraria Mandek

BANTEN,PenaMerdeka – Aktivis Serikat Petani Indonesia (SPI) menilai, saat ini Provinsi Banten darurat lahan pertanian, hal tersebut dibuktikan dengan maraknya konflik-konflik agraria buntut dari reforma agraria ke daerah mandek termasuk di Provinsi Banten.

Koordinator Aktivis SPI, Angga Hermanda mengatakan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPIMN) 2015-2019, pemerintah Jokowi-JK berjanji akan menjalankan pembenahan agraria seluas sembilan juta ha dengan rincian 4,5 juta ha untuk legalisasi aset dan redistribusi 4,5 juta hektar.

“Namun setelah hampir 3 tahun pemerintahan berjalan, reforma agraria belum dijalankan secara sungguh-sungguh,” kata Angga saat melakukan aksi di depan KP3B Curug, Kota Serang, Selasa (26/9).

Dari konflik-konflik pertanahan yang masih berlangsung, dapat mengakibatkan ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah di Provinsi Banten semakin meluas dan meruncing.

Bahkan menurutnya, kalau merujuk Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten pada tahun 2013 laju penyusutan luas baku lahan pertanian di Banten dalam lima tahun terakhir cukup mengkhawatirkan. Disebutkannya lantaran reforma agraria dari pemerintah dan stakeholder di badan pertanahan yang belum maksimal berjalan.

Kata dia melanjutkan, angka penyusutan itu mencapai 0,14% per tahun, dengan kata lain telah menghilang sekitar 273 hektar tiap tahun atau sekitar 5 hektar per minggu.

“Penyusutan lahan pertanian secara pasti diakibatkan oleh alih fungsi lahan pertanian yang semakin akut. Efeknya menjadi pemicu berkurangnya jumlah keluarga petani di Banten secara drastis, yakni mencapai 254.527 keluarga petani dalam kurun waktu satu dekade (tahun 2003 2013) terakhir,” jelasnya.

Sementara itu, akibat reforma agraria kata Ketua Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) Provinsi Banten, David Solahuddin mengatakan, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Maret 2017, angka kemiskinan di Provinsi Banten mengalami kenaikan sebesar 17,3 ribu orang (0,09 persen), dari 657,74 ribu orang (5,36 persen) pada September 2016 menjadi 675,04 ribu orang (5,45 persen) pada Maret 2017.

“Dalam waktu yang berdekatan, Nilai Tukar Petani di Provinsi Banten mengalami penurunan yang signifikan dari 106,57 pada bulan Februari 2016 menjadi 99,83 pada Agustus 2017,” kata David.

Berdasarkan persoalan-persoalan tersebut, lanjut David, Banten telah memasuki situasi darurat lahan pertanian dan kemiskinan struktural yang dilakukan oleh penguasa.

Dengan demikian, atas nama Persatuan Rakyat untuk Reforma Agraria Banten (PRRA Banten), pihaknya menuntut:

1. Laksanakan Reformasi Agraria di Banten

2. Selesaikan Konflik Agraria

3. Stop Kriminalisasi Petani dan Pejuang Agraria

4. Stop perpanjangan hak guna usaha (HGU) dan Tinjau kembali HGU yang ada

5. Lindungi lahan pertanian di Banten

6. Berikan perlindungan dan pengakuan bagi semua organisasi tani di Banten. (fred)

Disarankan
Click To Comments