Erick Thohir Sebut Indonesia Rugi Kargo dari Belawan Transit di Singapura
SEDANG DIUPAYAKAN JADI DIRECT CALL
JAKARTA,PenaMerdeka – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menyebutkan, Indonesia rugi 95 persen kargo asal pelabuhan Belawan, Sumatera Utara, tidak langsung menuju negara tujuan. Akan tetapi harus melalui Pelabuhan Singapura dan Malaysia terlebih dahulu.
Menurutnya, tidak hanya pelabuhan Belawan, sebagian besar pelabuhan di Sumatra hanya sebagai feeder. Selain itu, dominasi Malaysia dan Singapura juga masih berlanjut.
Dari Januari hingga Mei 2022, sekitar 51 persen peti kemas yang bongkar/muat di Belawan menuju/berasal dari Malaysia. Sisanya, 44 persen ke Singapura dan 5 persen ke Thailand.
“Kami di Kementerian BUMN sedang berikhtiar untuk menjadikan Belawan sebagai pelabuhan ekspor yang melayani direct call (pelayaran langsung),” kata Erick melalui keterangan resmi, Selasa (12/7/2022).
Sebagai gambaran, direct call kapal peti kemas dari Indonesia ke Los Angeles, hanya perlu 23 hari. Sebaliknya, dengan transhipment, rute yang sama perlu waktu 31 hari, plus tambahan ongkos 20 hingga 30 persen lebih mahal.
Erick menjelaskan, pengembangan Pelabuhan Belawan bisa dimulai dengan mendatangkan kapal-kapal kontainer berukuran besar. Ini dapat dilakukan seiring dengan meningkatkan kapasitas dan peralatan bongkar muat agar memadai untuk pengangkutan direct call.
Selain itu, kata dia, volume muatan peti kemas juga harus dinaikkan. Caranya, dengan menjadikan Belawan sebagai gateway bagi pelabuhan-pelabuhan kecil di sekitarnya.
Muatan kargo yang tersebar di pelabuhan-pelabuhan kecil di Sumatra, dapat dibawa ke Belawan untuk kemudian bersama-sama diangkut ke negara tujuan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor dari Sumatera Utara sejauh ini tersebar ke lebih dari 30 negara. Berdasarkan tonase, pada 2021, ekspor dari daerah ini paling banyak ditujukan ke Cina (16 persen), India (6,7 persen), Jepang (6,2 persen), dan Amerika Serikat (4 persen).
Porsi Malaysia dan Singapura sebagai negara tujuan akhir ekspor dari Sumatera Utara sangatlah kecil, yakni kurang dari 2 persen.
Menurut Erick, ekspor barang yang transit ke negara lain, sangat merugikan perekonomian dalam negeri. Praktik ini membuat ekspor Indonesia kurang kompetitif karena harus menanggung biaya logistik yang mahal serta makan waktu.
Selain merugikan pelaku ekspor, transhipment ini membuat Indonesia kehilangan lebih banyak devisa. Jasa layanan kapal kontainer selama ini dibayar dalam mata uang asing.
Data Bank Indonesia mencatat, dari US$6,286 miliar defisit neraca jasa transportasi Indonesia pada 2021, sebesar US$6,232 miliar atau 99 persen disumbangkan oleh defisit pada biaya pengangkutan barang (sea freight). (jirur)