Ini Banten Euy! Kemenkes Diminta Sejajarkan Hak Pengobatan Gratis Warga

BANTEN,PenaMerdeka – Beragam reaksi buntut penolakan pengobatan gratis berbasis e-KTP dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI di Provinsi Banten terus bergulir. Alasan Kementrian disebutkan tidak tepat lantaran hanya masyarakat DKI Jakarta saja yang mengantongi hak pengobatan secara gratis.

Seperti diketahui, surat dari Kementerian Kesehatan kepada gubernur Banten tertanggal 13 Februari 2018 lalu perihal penolakan kesehatan gratis alias tanpa berbayar diberitakan karena dianggap bertentangan dengan Undang-undang BPJS Kesehatan.

Dalam suratnya, disampaikan beberapa poin mengenai alasan penolakan hak pengobatan gratis serta disebutkan juga karena Provinsi Banten secara keotonomian tidak seperti DKI Jakarta.

Meski Wahidin Halim, Gubernur Banten, mengatakan, APBD Banten sudah terkonsentrasi bukan di sektor kesehatan saja, tetapi kebutuhan pendidikan dan infrastruktur serta kebutuhan program lainnya juga menjadi prioritas pihaknya.

“APBD kami tidak banyak jika harus membayar premi BPJS kepada 2,5 juta penduduk. Lagi pula program ini bukan untuk menyaingi BPJS yang sudah ada. Tetapi ini menyangkut persoalan hak kesehatan rakyat dan efisiensi penggunaan anggaran,” kata mantan Walikota Tangerang ini menyebutkan, Senin (12/3/2018).

Namun demikian Pemprov juga mempunyai solusi tanggungan yang cukup efektif dengan pola jauh lebih murah. Apalagi pelayanannya pun full cost bukan cost sharing.

“Semua biaya pengobatan ditanggung Pemprov saat warga sakit saja. Terkait menunjang program hak pengobatan kesehatan gratis secara pembiayaan sudah melakukan kerjasama dengan puluhan RS Swasta di Banten,” tandas Wahidin.

Sementara itu, Relawan Kesehatan Indonesia (Rekan Indonesia) menilai karena kemapuan APBD daerah tidak sama untuk mendaftarkan semua warga miskinnya sebagai peserta JKN PBI, maka siasat Pemprov Banten merupakan langkah bagus.

“Penolakan pengobatan gratis dari Kementrian membuktikan Menkes tidak memahami problem lokal di setiap daerah. Banten memang bukan DKI, ini persoalan jaminan kesehatan. Setiap daerah tidak sama kemampuan APBD-nya untuk membiayai warga miskinnya sebagai peserta JKN PBI,” kata Dewan Pembina Rekan Indonesia, Prof. DR. Dailami Firdaus dalam siaran persnya oleh Kolektif Pimpinan Nasional (KPN) Rekan Indonesia di Jakarta (12/3/2018) pagi.

Dailami Firdaus yang juga senator DPD RI Dapil DKI sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah memberikan hak pengobatan warganya sesuai dengan UUD 45 dan UU Pemerintahan Daerah.

“Mestinya Menkes mencarikan solusi terhadap problem jaminan kesehatan warga miskin di daerah yang selama ini tidak tercover dalam skema kepesertaan JKN PBI baik yang dibayarkan preminya oleh APBN maupun APBD. Bukan hanya sebatas menolak rencana program daerah,” ujar Dailami.

Jika ada penolakan pengobatan gratis lantas siapa yang mau bertanggungjawab kepada warga miskin yang tidak masuk ke dalam kepesertaan BPJS Kesehatan di setiap daerah.

“Yang mau dijamin hak pengobatan dari gubernur Banten adalah 2,5 juta warga miskin banten yang tidak masuk kriteria miskin dalam sensus BPS sehingga belum terdaftar sebagai peserta JKN PBI.”

Seharusnya Menkes mempertanyakan hasil sensus kemiskinan BPS kok bisa ada 2,5 juta warga miskin Banten yang tidak masuk ke dalam kriteria itu sehingga bisa masuk ke dalam skema premi JKN PBI lewat APBN.

Soal rencana Gubernur Banten dengan menjamin pengobatan gratis ketika sakit saja kepada 2,5 juta warga miskin Banten menggunakan E-KTP menurutnya tidak akan mengganggu program JKN yang dijalankan oleh BPJS.

“Karena hak pengobatan tanpa dipungut bayaran kepada 2,5 juta warga miskin itu akan dijamin ketika mereka sakit saja. Tinggal sekarang bagaimana mekanisme pembiayaannya agar pengobatan gratis dengan E-KTP untuk 2,5 juta warga miskin Banten itu bisa tepat sasaran,” tandas Dailami. (redaksi)

Disarankan
Click To Comments