Dibandrol Rp.50.000/Bungkus, Ini Alasan Pemerintah Melambungkan Harga Rokok

Siasat pemerintah untuk menekan pecandu (konsumsi,red) rokok kepada masyarakat adalah dengan melambungkan harga rokok dua kali lipat. Berdasarkan hasil survey, pengkonsumsi rokok akan berhenti jika harga persetiap bungkusnya bisa mencapai dua kali lipat.

Selain karena ada kenaikan target penerimaan cukai hasil tembakau dalam APBNP 2016 ternyata ada faktor lain mengapa muncul angka harga Rp.50.000/ satu bungkus rokok.

Informasi yang berhasil dihimpun dari sebuah kajian yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia beberapa waktu lalu bahwa maraknya pecandu tembakau tersebut dipicu oleh murahnya harga sebungkus rokok yang hanya berkisar rata-rata Rp.20.000/ bungkus saja.

Dan siapapun tahu bahwa jumlah perokok aktif setiap tahun di Indonesia mengalami kenaikan. Dampak positifnya adalah orang miskin hingga anak-anak sekolah mudah sekali membeli rokok.

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany dan rekan-rekannya, ada keterkaitan antara harga rokok dan jumlah perokok.

“Dengan menaikkan harga rokok, dapat menurunkan prevalensi perokok, terutama pada masyarakat yang tidak mampu,” ujar Hasbullah.

Angka tersebut ternyata berasal dari responden yang telah disurvei. Tentu alasan ini lebih mengarah kepertimbangan kesehatan. Sedangkan pemerintah sendiri mengatakan bahwa cukai rokok selalu ditinjau ulang setiap tahun. Sejumlah indikator menjadi pertimbangan, yakni kondisi ekonomi, permintaan rokok, dan perkembangan industri rokok.

Dari studi itu terungkap bahwa sejumlah perokok akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat. Dari 1.000 orang yang disurvei, sebanyak 72 persen bilang akan berhenti merokok kalau harga rokok di atas Rp 50.000.

Namun demikian dengan adanya rencana kenaikan harga rokok dengan bandrol dua kalipat Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) saat ini dikabarkan akan mengkaji usulan tersebut.

Menurutnya hal ini harus dipertimbangkan dari sisi aspek ekonomi apabila ingin menaikkan tarif cukai rokok sehingga perusahaan terpaksa menjual rokok seharga tersebut.

Menurutnya, pemerintah harus mempertimbangkan usulan tersebut bukan saja dari sisi kesehatan, tapi juga dari aspek ekonomi, seperti industri, petani dan keberlangsungan penyerapan tenaga kerja.

Kenaikan harga rokok yang terlalu signifikan akan berdampak negatif bagi industri. Bahkan efek buruk lainnya, sambung dia, marak peredaran atau penyelundupan rokok ilegal.

Sementara Ketua DPR-RI, Ade Komarudin menyatakan bahwa dengan rencana kenaikan harga rokok tersebut bisa membawa dampak positif. Ia menyatakan terutama kepada jumlah pengguna rokok yang akan menurun drastis.

“Saya setuju dengan kenaikan harga rokok itu. Sekaligus untuk mengurangi masyarakat agar rokok tidak lagi jadi musuh bangsa ini, dan semua kita menyadari bahwa hal itu tentu kalau bisa semakin hari semakin kita kurangi (jumlah perokok),” ujar Akom di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (19/8).

Politikus Partai Golkar itu meyakini industri rokok serta para petani tembakau tak akan terganggu dengan naiknya harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus. Menurutnya, orang yang berkecimpung dalam industri ini akan tetap berjalan dengan baik, terutama petani tembakau.

Selain itu, menurut Akom kenaikan jumlah rokok ini bisa menaikkan pendapatan negara melalui cukai rokok. “Dengan kenaikan itu bisa bertambah pendapatan negara tentu dan akan menambah penerimaan negara,” ungkap Akom.

“Saya meyakini itu tidak mengganggu petani tembakau untuk mereka dapat seperti sedia kala bekerja di sektornya sesuai dengan profesi yang dipilihnya selama ini,” jelas Akom. (agus/dbs)

Disarankan
Click To Comments