Cerita Putri Mandalika dan Angan-angan Valentino Rossi di Laut Selatan

LOMBOK,PenaMerdeka – Sirkuit Mandalika di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengantongi cerita menarik.

Dan pembalap kenamaan asal Italia Velentino Rossi sempat melontarkan statmen mirip yang dilakukan sang legenda Putri Mandalika.

Menurut cerita, Putri Mandalika sudah melakukan lebih dahulu menceburkan diri ke laut kawasan Lombok Selatan. Adapun pembalap motor Grand Prix legendaris Valentiono Rossi hanya soal angan-angan saja.

“Suhu dan cuaca di Indonesia sangat panas. Apalagi sirkuit Mandalika tampak sangat dekat dengan laut. Bila sangat terik, kita bisa langsung mencebur badan ke laut,” ujarnya tentang sirkuit berpanorama memukau dalam lingkung pebukitan dan pantai tepi samudera biru selatan Lombok beberapa waktu lalu.

Rossi menjelaskan, itu pun andai dirinya kelak berkesempatan melalap sirkuit Mandalika yang menantang.

Hal itu disampaikannya dalam wawancara dengan Lucy Wiryono, yang diunggah dalam akun youtube pembawa acara Sport7 di Trans 7 itu.

Alkisah, dalam legendanya, Mandalika adalah gadis berparas jelita. Putri Raja Negeri Beberu di Lombok Selatan. Ihwal kejelitaan Sang Putri tersebar ke seantero negeri-negeri tetangga.

Banyak pangeran dari berbagai negeri datang ke Beberu. Dan terpukau. Kemudian menyatakan kehendak untuk menyuntingnya.

Dikutip dari artikel Mandalika, Mengapa dari Negerimu Selalu Terkabar Bencana? (Muchlis Dj. Tolomundu, Harian Kompas, 15 Juli 1980), Sang Putri menjadi gundah oleh keadaan itu. Ia tidak berbahagia dengan banyaknya pinangan dari para pangeran. Itu justru menyebabkannya menghadapi pilihan sulit.

Jika menerima suntingan salah seorang pangeran, rakyat Negeri Beberu dipastikan bakal mengalami sengsara dan nestapa.

Para pangeran yang tak terpilih akan memerangi rakyat dan negeri yang dipimpin ayahnya. Beberu tak siap menghadapi serangan dari banyak negeri tetangga.

Bila tak memilih sama sekali, sama sulitnya. Ayah dan ibunya, raja dan permaisuri, sudah tak mampu menghindar dari berbagai gertakan dan ancaman utusan dari negeri-negeri tetangga.

Berkelindan dalam dilema tak berkesudahan, Mandalika lantas memilih aman damai bagi warga negerinya.

Diantar para dayang, pada sebuah malam ia menuju jajaran pesisir selatan negerinya, dikenal sebagai Pantai Kuta, Pantai Seger, Pantai Aan—jajaran pesisir itu kini disebut Kawasan Mandalika.

Tanpa restu raja dan bundanya, Sang Putri memilih jalan sendiri, jalan sunyi. Penyelesaian yang tragis. Pada gulita lewat tengah malam ia menceburkan diri ke dalam samudera selatan.

Rakyat Lombok Selatan percaya, Putri Mandalika tidak hilang tenggelam ditelan laut.

“Mandalika hidup menyatu dengan ombak, arus dan gelombang,” kata Mamiq Haji Lalu Ibrahim, suatu kesempatan di masa silam ketika menjabat Kepala Desa Kateng—luas wilayahnya saat itu hingga ke jajaran pantai selatan.

Pada waktu tertentu sekali dalam siklus 12 bulanan, pada lewat tengah malam, di jajaran pantai selatan Pulau Lombok Putri Mandalika muncul di pasir pantai dalam jelmaannya berupa ulat atau cacing laut.

Kedatangannya selalu sebelum masa panen, biasanya antara pekan kedua Februari – pekan pertama Maret tiap tahun. Masyarakat adat Lombok Selatan menyambut kedatangan Putri Mandalika merupakan ritual turun temurun. Berlangsung di pantai dalam suasana nyanyi sunyi, menyampaikan ujaran tertentu, berdialog dengan alam, dengan laut, dengan Sang Putri.

Mereka meminta jelmaan Mandalika datang dan datang lagi, melimpahi pasir pantai. Makin banyak kian mengembirakan bagi kehidupan. Mereka percaya, kedatangan jelmaan itu sebagi indikator hasil panen padi.

Kawasan Lombok Selatan (sawah, tegalan, kebun) seluas hampir 60 ribu hektar itu seluruhnya adalah tadah hujan. Kawasan yang kerap mengalami kekeringan ekstrem.

Menimbulkan kematian tumbuhan dan ternak. Tak jarang (dulu) menderitakan warga dengan kelaparan dan kematian. Sawah mereka hanya dapat ditanami satu kali padi pada musim hujan. Itupun, pada musim hujan seringkali hujan turun sesekali lalu menghilang.

Kurang dari 15 ribu hektar yang sudah diairi secara teknis irigasi oleh Bendungan Batujai, Pengga, dan Pandan Duri serta irigasi sudetan High Level Diversion dari sungai-sungai di Lombok bagian barat.

Ritual yang disebut Bau Nyale itu sudah dikemas menjadi festival pariwisata. Membludak pengunjung dari kota dan berbagai daerah menghabiskan malam tanpa bulan, menunggu mentari muncul. Kelompok masyarakat adat menyingkir mencari ceruk pantai selatan yang sepi dari hiruk pikuk kerumunan palancong yang bertamasya lewat tengah malam.

Pada pertengahan 1970-an legenda rakyat itu diadaptasi menjadi naskah drama berjudul Puteri Mandalika oleh Putu Arya Tirtawirya.

Mendiang sastrawan kelahiran Lombok itu beberapa kali di masa lalu menyutradarai sendiri pementasan teater dari naskah yang ditulisnya. (red)

Disarankan
Click To Comments