Pemudik Hingga Belanja Lebaran Turun Tahun Ini, Pakar UGM Ungkap Penyebabnya
PERGERAKKAN EKONOMI TAK BERGAIRAH
JAKARTA,PenaMerdeka – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membenarkan proyeksi jumlah pemudik angkutan Lebaran Idul Fitri 1446 Hijriah akan mengalami penurunan bila dibandingkan di tahun sebelumnya.
Temuan ini berdasarkan hasil survei yang dilakukan Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan bersama akademisi.
Survei itu menyatakan jumlah pemudik Lebaran 2025 diperkirakan 146,48 juta orang atau sekitar 52 persen dari penduduk Indonesia, turun 24 persen ketimbang tahun lalu 193,6 juta pemudik.
“Benar besaran potensi pergerakan masyarakat saat mudik Lebaran tahun ini mengalami penurunan dibanding tahun lalu,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, Budi Rahardjo dikutip dari Antara, Kamis (27/3/2025).
Budi mengatakan, survei yang menggambarkan potensi pergerakan masyarakat pada masa angkutan Lebaran, dan pengambilan data itu dilakukan pada pertengahan Februari 2025.
Penggambaran potensi tersebut berdasarkan persepsi publik atas pertanyaan saat penelitian.
Saat realisasi angkutan Lebaran terdapat kemungkinan keputusan masyarakat berbeda (memutuskan mudik atau tidak) tergantung berbagai situasi dan kondisi yang mampu mempengaruhi keputusan akhir.
Kendati demikian, Budi mengaku dalam survei yang dilakukan Kemenhub, tidak menjurus mengenai penyebab atau alasan mengapa sehingga terjadi penurunan jumlah proyeksi pemudik tahun ini.
“Mengenai apa penyebabnya tidak menjadi fokus dalam penelitian tersebut sehingga kami tidak dapat menyampaikan penyebab persis dari penurunan tersebut,” jelasnya.
Sementara Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) juga menyebutkan asumsi perputaran uang di libur Idul Fitri 2025 diprediksi mencapai Rp 137.975 triliun. Jumlah tersebut menurun dibanding perputaran uang selama Idul Fitri 2024 lalu mencapai Rp 157,3 triliun.
Pakar Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yudistira Hendra Permana, Ph D, mengungkapkan, turunnya konsumsi lebaran ini disebabkan penurunan kemampuan daya beli masyarakat. Menurutnya, temuan ini tercermin dari data tren deflasi yang terjadi.
“Perbedaan tren konsumsi ini berkaitan dengan tren deflasi yang berlangsung hingga sekarang, melemahnya nilai tukar, kenaikan harga emas yang tinggi, penurunan IHSG, itu adalah hal-hal yang mengindikasikan kita tidak baik-baik saja,” jelasnya dalam laman UGM.
Permasalahan ini disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Menurut Yudistira, ada permasalahan sosial, politik, dan ekonomi yang tidak kunjung selesai. Khususnya, di tengah tekanan ekonomi global serta efisiensi anggaran.
“Kegagalan dalam mengkoordinasi hal-hal tersebut menjadi akumulatif dan menyebabkan apa yang kita alami di hari ini,” paparnya.
Yudistira menekankan jika permasalahan ekonomi ini dapat menimbulkan efek stimulan yang merugikan. Potensi dampak tersebut berpengaruh besar terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“Kalau merujuk pada UMKM, ini yangnantinya akan ada kekhawatiran.UMKM jumlahnya banyak, kuantitas orang bekerja di sektor tersebut juga besar sehingga ketika satu pukulan ekonomi terjadi pada sektor perdagangan kecil, maka orang-orang terdampak juga akan banyak sekali,” jelasnya. (Rur)