Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Syaiful Bakhri menyebutkan jika petahana tidak melakukan cuti dalam proses Pilkada bakal berbahaya. karena ia menilai akan berpotensi adanya penyelewengan kewenangan.
Hal tersebut dikatakan Syaiful menjadi ahli yang diajukan Habiburokhman sebagai pihak terkait saat sidang uji materi terkait ketentuan cuti bagi petahana dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Uji materi ini diajukan oleh bakal calon gubernur petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang merasa keberatan dengan kewajiban cuti bagi petahana.
“Penyelewengan kewenangan berpotensi bakal muncul jika petahana tidak cuti selama masa kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada),” di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (19/10).
“Misalnya, jika lawan yang dihadapinya, entah sebagai sesama calon kepala daerah atau wakil kepala daerah, adalah bawahannya yang masih duduk dalam jajaran pemerintahan daerah,” ujar Syaiful di hadapan majelis sidang yang dipimpin Arief Hidayat, Rabu.
Jika seperti itu, menurut Syaiful, rivalitas yang muncul bisa menjadi tidak sehat. Sebab, bisa saja petahana memutasi bawahannya yang menjadi pesaingnya itu ke daerah lain.
“Bisa terjadi pergeseran jabatan rival, penggantian posisi, atau bahkan mutasi dan demosi (penurunan jabatan) bagi rival yang sama-sama mengikuti pemilihan kepala daerah,” kata dia.
“Dengan adanya kewajiban cuti, hal ini dapat dihindari,” ujar Syaiful.
Sementara Ahok menepis anggapan ahli yang menyebut petahana bisa sewenang-wenang melakukan mutasi terhadap bawahannya yang menjadi pesaing di pilkada. Sebab, sudah ada aturan yang melarang hal tersebut.
“Saksi ahli kurang baca berita. Kami tidak bisa melakukan rotasi dan mutasi lagi enam bulan sebelum penetapan dan enam bulan sesudah pelantikan (sebagai kepala daerah). Kalau itu dilakukan, maka kami dibatalkan sebagai calon,” kata mantan Bupati Belitung Timur itu. (agus/dbs)