Angka Keterlibatan Bulying Siswa Masih Tinggi, Mendikbud Pertajam Regulasi

Photo; ilustrasi

Dari hasil penelitian, aksi Bully yang dilakukan antar siswa menurut H.Supriano, Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (SMP) RI masih tinggi.

Dan peristiwa tersebut marak terjadi di lingkungan satuan pendidikan, karenanya Kemendikbud akan mempertajam Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

“Ini sedang dalam proses untuk dinaikan menjadi Peraturan Presiden (Perpres), pasalnya dari riset Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hampir 84 persen anak anak itu merasa di bully dan 75 persen pernah melakukan Bully,” ujarnya,
kepada wartawan.

Supriano beralasan lantaran persoalan ini sudah memprihatinkan, maka regulasi Pemendikbud No 82 Tahun 2015 ini harus gencar disosialisikan ke sekolah-sekolah.

“Ya tentunya harus melibatkan semua unsur seperti guru, siswa, dan orang tua,” tukasnya.

Dikatakan Supriano, kegiatan positif seperti O2SN, FLSN diyakini juga dapat menekan terjadinya kekerasan disekolah. “Disamping kegiatan ekstra kulikuler, saya berharap sekolah bisa mendorong siswa dapat memperbanyak komunikasi.”

Supriano kembali menegaskan, Permendikbud no 23 tentang budi pekerti juga dapat dijadikan sebagai landasan pencegahan kekerasan yang terjadi didalam sekolah.

“Didalam (Permendikbud) itu kan banyak item-itemnya, misalnya mereka (siswa) mengadakan kegiatan membaca bersama kemudian mereka menyanyikan lagu nasional dan tradisional atau kebudayaan lokal, saya rasa bagaimana supaya bulying itu tidak terjadi ekosistem ini harus seiring bersama, tidak bisa secara parsial, jadi harus konperhensif,”paparnya.

“Kita semua berharap guru tidak hanya bertanggung jawab pada saat jam pelajaran saja akan tetapi guru harus bertanggung jawab ketika pulang juga, karna terjadinya bully biasanya terjadi ketika diluar jam pelajaran,” harapnya. (ceng)

Disarankan