KOTA TANGERANG,PenaMerdeka – Pernahkah Anda mengalami sakit perut padahal makan di rumah? Atau sudah bawa bekal sendiri tapi masih diare? Mungkin saja anda merasa dapur anda sudah bersih, namun yang seringkali lalai diperhatikan oleh pengguna dapur rumah tangga adalah adanya kemungkinan kontaminasi silang.
Istilah ini mungkin terdengar tidak lazim ditelinga sebagian besar ibu-ibu rumah tangga yang sering berkutat di dapur. Secara sederhana, istilah ini bisa disebut perpindahan bakteri berbahaya dari satu objek ke objek lainnya akibat kontak fisik.
Salah satu contoh kontaminasi silang yang simple adalah, ketika air dari daging mentah menetes ke sayur segar yang akan dimakan sebagai lalapan.
Persoalan ini pada bahan pangan dapat terjadi karena berbagai kebiasaan yang kerap kali kita lakukan tanpa sengaja, seperti tidak memisahkan bahan pangan mentah dari bahan pangan matang, menyimpan alat masak dekat dengan tempat pembuangan sampah.
Bukan itu saja menggunakan talenan yang sama untuk memotong daging mentah dan sayuran tanpa mencuci talenan tersebut terlebih dahulu dan bahkan menggunakan peralatan masak atau wadah penyimpanan pangan yang tidak bersifat food grade.
Kemudian masalah lain di dapur yang mendorong terjadinya kontaminasi adalah keterbatasan tempat penyimpanan, maka semua bahan dimasukkan secara bersamaan ke lemari pendingin tanpa dipisahkan dengan baik.
Sekarang ini apalagi sudah muncul tren memasak praktis dengan menggunakan alat masak sesedikit mungkin, namun dibalik kepraktisannya tersimpan bahaya besar kontaminasi silang dari peralatan yang digunakan berulang kali, mata pisau yang tidak dicuci namun hanya dilap dengan lap “multifungsi” yang berguna untuk mengelap semuanya mulai dari area masak, tangan hingga peralatan.
Bisakah anda membayangkan betapa kotornya makanan yang dihasilkan semata-mata hanya karena mendambakan kepraktisan dan menghindari cucian yang menumpuk? Maka dari itu, sangat penting untuk mencegah dan menghilangkan kebiasaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi karena dengan pencegahan dari persoalan tersebut sama artinya secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya penyakit akibat pangan (foodborne illness).
ANCAMAN BAHAYA AKIBAT KONTAMINASI SILANG
Tidak semua penyakit akibat pangan ditimbulkan oleh kontaminasi dari cara pengolahan jenis makanan yang akan dimasak sebelum disajikan.
Memang dengan pola seperti itu akan menyebabkan penyakit, bahkan sangat berbahaya bagi para penderita alergi terhadap bahan pangan tertentu.
Penderita alergi dapat mengalami reaksi alergi yang akut, jika tanpa sengaja alergen tertentu masuk ke makanannya akibat dari kontaminasi silang.
Sebagai contoh kasus, jika penderita alergi kacang mengonsumsi suatu olahan makanan yang tidak seharusnya mengandung kacang, namun diolah menggunakan peralatan yang kontak dengan kacang atau dipakai untuk mengolah kacang yang kemudian tidak dibersihkan dengan baik, maka penderita alergi akan mengalami reaksi alergi terhadap olahan makanan tersebut.
Dari segi mikrobiologis, contoh bakteri yang sering ditemukan karena kontaminasi silang adalah Salmonella yang berasal dari daging mentah, produk turunan unggas dan seafood, Campylobacter jejuni dapat ditemukan pada susu yang belum mengalami proses pasteurisasi dan daging mentah dan Escherichia coli yang tidak semua spesiesnya bersifat patogen namun spesies seperti E.coli O157:H7 dapat menyebabkan E.coli spesies tersebut kerap kali ditemukan pada daging yang kurang matang, susu dan jus buah yang tidak dipasteurisasi.
Semua mikroorganisme patogen pada bahan pangan dapat menyebabkan penyakit seperti diare, muntaber, mual, pusing, bahkan dapat berujung pada kematian.
KIAT MENCEGAH KONTAMINASI SILANG
Pencegahan dari masalah ini sebenarnya sangat mudah dilakukan, yakni dengan selalu menjaga kebersihan diri (mencuci tangan, tidak memegang bagian tubuh selagi memasak, dan menutup mulut ketika bersin ataupun batuk).
Bukan itu saja, kebersihan peralatan memasak, dan kebersihan area memasak juga harus diperhatikan.
Selain menjaga kebersihan, kunci utama mencegah adanya kontaminasi adalah pemisahan antara bahan pangan mentah dan bahan pangan lainnya. Pemisahan ini harus dilakukan pada 4 tahapan kritis yakni ketika:
1. Pembelian bahan
Pisahkan bahan mentah seperti daging segar dan seafood dari bahan-bahan pangan lainnya seperti sayur-mayur dengan menggunakan plastik terpisah untuk mencegah cairan dari daging mengontaminasi sayur. Dan saat membayar, agar terhindar kontaminasi silang pisahkan pula kantong untuk membawa daging segar dan bahan pangan lainnya.
2. Penyimpanan bahan di kulkas,
Saat menyimpan bahan-bahan mentah (seperti daging segar dan seafood) di kulkas, sebaiknya gunakan wadah berpenutup agar cairan daging tidak menetes ke bahan pangan lain atau menodai bagian kulkas karena cairan dari daging mentah biasanya mengandung banyak sekali bakteri berbahaya.
Untuk bahan pangan yang mudah rusak seperti telur dan susu, masukkan ke kulkas sesegera mungkin setelah berbelanja.
3. Persiapan bahan sebelum dimasak (thawing)
Sebelum menyiapkan bahan untuk dimasak, cucilah tangan dengan menggunakan sabun. Setelah membuka kemasan daging mentah, kemasan tersebut harus segera dibuang untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang pada bahan lain.
Selain itu, semua peralatan yang akan kontak langsung dengan bahan pangan harus selalu dicuci sebelum dan setelah digunakan Meja dapur dan area pemotongan bahan juga harus senantiasa dibersihkan dengan menggunakan sabun anti bakteri dan air panas.
Khusus untuk talenan, disarankan menggunakan talenan terpisah untuk bahan mentah seperti daging dan bahan pangan lain seperti sayur dan bawang-bawangan.
Gantilah talenan dengan yang baru jika talenan sudah banyak sekali goresan yang dapat menciptakan celah untuk tempat tumbuh mikroorganisme.
4. Penyajian makanan.
Sayuran dan buah-buahan yang akan dikonsumsi secara langsung harus dicuci bersih dan tidak disajikan dalam wadah yang sama dengan bahan pangan yang telah dimasak.
Kontaminasi silang bukan terjadi saat proses mengolah atau memasak saja. Maka itu selalu sajikan makanan dalam piring bersih, jangan menggunakan piring yang sebelumnya digunakan sebagai wadah penyimpanan bahan mentah.
Penulis : Yessica Putri Budianto – Teknologi Pangan – Fakultas Ilmu Hayati – Universitas Surya Kota Tangerang