BANTEN,PenaMerdeka – Aksi demontrasi besar dikabarkan dilakukan dari masyarakat nelayan Banten, aktifis lingkungan, pemuda, mahasiswa, ulama serta santri ke Kantor Bappeda Provinsi Banten buntut atas statmen Hudaya Latuconsina karena bakal membuka pintu soal kegiatan ekploitasi pasir laut di perairan Banten.
Masyarakat gabungan dari nelayan dan aktivis ini menganggap Kepala Bappeda Provinsi Banten Hudaya Latuconsina memberikan pernyataan mendahului pimpinannya Gubernur Banten Wahidin Halim dan Wakil Gubernur Andika Hazrumy.
Sebagai institusi dari Pemrov Banten, Kepala Bappeda Hudaya Latuconsina menurut Daddy Hartadi, Aktivis dan Koordinator Koalisi Nelayan Banten tidak pantas memberikan statmen yang bahkan sifatnya blunder lantaran pimpinannya sendiri belum tentu setuju.
Maka itu bersama masyarakat nelayan dan kawan dari berbagai kalangan sudah berkonsolidasi menggalang pergerakan untuk mendatangi Kantor Bappeda.
“Ribuan massa akan datangi kantor Bappeda. Nanti kita minta Gubernur Banten dan wakil Gubernur Banten menjatuhkan sangsi dan memutasi atau menonjob kan Hudaya Latuconsina sebagai Kepala Bappeda. Pernyataanya mendorong seolah sah sah saja adanya penambangan pasir laut,” ucap Daddy menegaskan.
Dia menjelaskan sekarang ini setelah terbitnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Otonomi Pemerintah Daerah terkait perizinan tambang pasir laut beralih ke Pemerintahan Provinsi. Tetapi kata dia tetap harus memperhintungkan kepada nelayan Banten dan lingkungan.
Harusnya penolakan masyarakat nelayan menjadi dasar ditolaknya proses Amdal. Ditolaknya Amdal karena masyarakat nelayan di Banten tidak setuju maka seharusnya tidak ada perijinan yang dikeluarkan.
“Simple saja, saya jadi curiga. Katanya mau mencalonkan kepala daerah di Kota Tangerang tetapi tidak mempunyai visi lingkungan yang baik, bagaimana nanti kalau sudah memimpin,” ucapnya menegaskan.
Informasi dari sejumlah warga nelayan Banten mengatakan, kapal penyedot pasir dari Jakarta sudah tiba di perairan wilayah Pegadungan, Tanara, Kabupaten Serang. Kabar ini semakin berdampak kekhawatiran nelayan di Banten yang profesinya hanya mengandalkan mencari ikan di laut.
Syamsul warga di pesir dekat Pulau Tunda menyatakan, bahwa ekosistem perairannya akan rusak dalam waktu singkat. Jika pasca pencabutan moratorium kegiatan reklamasi Teluk Jakarta mengambil pasir laut dari sini maka Pulau Tunda hanya tinggal kenangan nama saja.
“Ekologi perairan hancur. Pulau Tunda juga terancam bakal kena abrasi. Yaa nanti bisa terkikis kan pulaunya,” ujar Syamsul.
Kami kecewa ucapan Kepala Bappeda Banten Hudaya Latuconsina. Dia seharusnya jangan terfokus dengan pemasukan dari ijin saja tetapi pikirkan nasib nelayan Banten dan ekosistem laut.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Bappeda Banten Hudaya Latuconsina mengatakan pemprov tidak berkeberatan pasir di pesisir utara dan di kawasan sekitar Pulau Tunda diambil untuk reklamasi.
“Izin keluar atau tidak, seperti apa analisis dampak lingkungan. Kalau amdalnya menganggap tidak ada persoalan, izin bisa keluar. Jika ada masalah, berarti amdalnya nggak benar,” kata Hudaya beberapa waktu lalu.
Belakangan nelayan Banten merasa khawatir hasil tangkapan ikan dan panen rumput lautnya bakal berkurang setelah surat dari Kementrian Koordinator Kemaritiman No. S-78 001/02/Menko/Maritim/X/2017 tentang pencabutan Moratorium Pembangunan Proyek Reklamasi Teluk Jakarta pertanggal 5 Oktober 2017 sudah ditandatangani Menteri Luhut Binsar Panjaitan. (fred/redaksi)