SERANG,PenaMerdeka – Proses sengketa informasi di Komisi Informasi (KI) provinsi Banten dimenangkan Suhendar warga Setu, Kota Tangsel pada 3 Juli 2019 lalu. Tetapi, pihak BPN Kabupaten Tangerang menggugat balik.
BPN melawan putusan KI Banten dengan upaya banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang.
Sebab BPN menganggap pihak penggugat selain tak mengantongi kapasitas, 23 item dari 25 permohonan informasi yang diminta dan dikabulkan KI Banten disebut terlalu banyak.
“Pak Suhendar ini memang mengajukan permohonan informasi ke kita, tapi itu jumlahnya besar,” ujar Kasubag TU BPN Kabupaten Tangerang Ceto Subagyo kepada wartawan usai sidang, Selasa (15/10/2019).
Ceto Subagyo juga beralasan, pihak BPN tidak memberikan permintaan informasi pengelolaan kegiatan secara transparan yang diminta Suhendar lantaran berdasar atas surat Kanwil BPN Banten.
“Kita udah ada surat dari Kanwil. Kita belum bisa memberikan dan kita ada peraturan sendiri yaitu Peraturan Kepala BPN RI No 6 tahun 2013,” ungkap Seto.
Menurut Suhendar soal kapasitas yang disinggung BPN Kabupaten Tangerang tidak beralasan. Sebab kata peggiat anti korupsi ini, ketika perkara sengketa informasi di KI Banten dimenangkan olehnya, artinya sudah memenuhi kapasitas.
Dia melanjutkan, putusan KI Banten nomor 014/IV/KI BANTEN-PS/2019 tertanggal 3 Juli 2019 menyebutkan bahwa telah mengabulkan permohonan informasi yang diminta.
“Meskipun upaya banding diatur dalam Undang-undang, tapi ketika BPN mengajukan banding, maka sebetulnya BPN tidak siap dengan paradigma yang transparan,” ucapnya dihubungi penamerdeka.com, Rabu (16/10/2019).
Sebab, Undang-undang ini berlaku sejak 2008. Dan seharusnya berlaku secara umum, artinya BPN harus siap dengan permohonan informasi dan tidak melakukan banding.
“Kalau badan publik itu transparan gak perlu sengketa ke KI, karena seharusnya ketika dimohon harus dikasih kalau itu hak publik. Apalagi sekarang sampai melawan putusan KI,” ucapnya.
“Bagi saya sederhana, ketika Badan Publik tidak mau terbuka maka Ini sudah ada sesuatu, entah karena pengelolaan anggaran negara tidak beres, entah karena ada penyimpangan atau bisa juga ada dugaan praktek korupsi,” tukas Suhendar.
Sejumlah permohonan informasi yang diminta diantaranya, transparansi soal daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) yang bersumber dari APBN.
“Itu (informasi pengelolaan) merupakan informasi yang harus diberikan ke warga. Sebab, mereka (operasionalnya) bersumber dari keuangan negara,” ucapnya. (hisyam)