Menelisik Sekilas Kampung Pemulung Tangsel, dari Pengamen hingga Pengemis
80 KK Mengadu Nasib di Kampung Pemulung
KOTA TANGSEL,PenaMerdeka – Di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tepatnya di Kelurahan Jurang Mangu Timur terdapat pemukiman yang berjuluk Kampung Pemulung.
Sebanyak 80 kepala keluarga (KK) nekat meninggalkan kampung halamannya yang mayoritas dari Indramayu Jawa Barat untuk mengais rezeki di kota berjuluk Cerdas Modern dan Religius untuk menjadi pemulung.
DY, salah seorang warga kampung pemulung mengatakan, kedatangannya ke Tangsel berawal dari ajakan kerabatnya untuk berdagang barang bekas. Namun, pada kenyataannya ternyata ia dan suaminya malah ditawarkan untuk menjadi pemulung dengan penghasilan sebesar Rp 40 ribu perhari.
“Saya datang ke sini, awalnya diajak kakaknya suami dengan alasan mau diajak berdagang barang bekas. Tapi, pas sampai disini, saya malah dijadikan pemulung, bayarannya waktu itu Cuma 40 ribu,” kata DY saat ditemui dilokasi, Minggu (3/11/2019).
Setelah tahu mau dijadikan pemulung, DY berujar, dia dan suaminya memutuskan untuk memisahkan diri dengan kerabatnya.
“Tetap jadi pemulung sih mas, Cuma kalau kita berusaha sendiri kan pendapatnya lebih besar,” ujarnya.
DY menuturkan, selain menjadi pemulung, warga di kampung pemulung juga mengais rezeki dengan cara mengemis dan menjadi pengamen. Hal itu, kata DY, disebabkan karena kurangnya penghasilan dari mengumpulkan sampah, sehingga warga mencari penghasilan lain untuk mencukupi biaya hidupnya.
“Kalau yang lain, rata-rata disini jadi pengemis dan pengamen buat nutupin biaya hidupnya mas, karena warga disini, masih kerja sama Bos. Jadi kalau kerja sama Bos itu dijatah seharinya Rp.20 ribu, jadi kuranglah untuk kebutuhan hidup, makanya banyak yang ngemis sama ngamen,” tutur DY.
Dilokasi yang sama, Marcilia ST Krenata, Pegiat Sosial dari Marcilea Foundation mengatakan, adanya warga di kampung pemulung berawal dari iming-iming lapangan pekerjaan dari ‘Bos’ di lokasi tersebut.
“Mereka itu diajak dari kampung, diiming-imingi bekerja di Tangsel. Pas sampai sini, ya dijadikan pemulung, bayarannya cuma Rp.20 ribu,” ucapnya.
Marcilia mengungkapan, dengan iming-iming lapangan pekerjaan tersebut, akhirnya warga dari kampung berdatangan dengan membawa serta keluarganya. Namun, tambah Marcilia, kedatangan warga dari kampung ke Tangsel tidak dilengkapi dengan identitas diri, sehingga sulit unuk mendapatkan fasilitas dari pemerintah setempat.
“Makanya ketika mereka datang ke Tangsel, yang membawa anak, ya anaknya ngga bisa sekolah, karena mereka kan rata-rata ngga punya identitas. Dengan penghasilan yang tidak mencukupi, akhirnya anak-anaknya diajak ngemis, disuruh ngamen,” pungkas Marcilia.