Judicial Review Mahkamah Agung Terhadap AD/ART Partai Demokrat

Oleh: Rasyid Hidayat,SH., Praktisi Hukum tinggal di Tangerang.

Beberapa minggu trakhir ramai diberitakan dimedia massa terkait Prof Yusril Ihza Mahendra yang mewakili 4 orang bekas kader Partai Demokrat untuk melakukan judicial review (uji materil) terhadap AD/ART Partai Demokrat tahun 2020 ke Mahkamah Agung.

Prof Yusril berargumen bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk menguji AD/ART Parpol karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik. Jika AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya.

Prof Yusril menyebut, Mahkamah Partai yang merupakan quasi peradilan internal partai, tidak berwenang menguji AD/ART.

Begitu juga Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai, tidak berwenang menguji AD/ART.

Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) juga tidak berwenang mengadili hal itu karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara. ( kompas.com)
Terjadi pro dan kontra terhadap judicial review ini dikalangan para ahli hukum ketatanegaraan kita, atas dasar inilah Penulis mencoba membuat analisa hukum terkait permasalahan hukum tersebut ditinjau dari teori hukum dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Hak uji Materil (HUM) adalah hak yang dimiliki Mahkamah Agung untuk menilai materi muatan suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap peraturan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Lingkup tugas dan wewenang Mahkamah Agung ini sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

”Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang”.

Selanjutnya kewenangan menguji Mahkamah Agung juga terdapat dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2011 yang telah dirubah dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2019 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan Pasal 9:

(1) Dalam hal suatu undang-undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan Mahkamah Konstitusi.
(2) Dalam hal suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang diduga bertentangan dengan undang-undang, pengujiannya dilakukan Mahkamah Agung.

Bersumber dari kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar dan undang-undang tersebut maka dalam hal terdapat muatan suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang diduga bertentangan dengan undang-undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Yang jadi pertanyaan kemudian adalah, apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan?
M. Solly Lubis (1977) menyebut peraturan perundang undangan dengan istilah peraturan negara yaitu peraturan tertulis yang diterbitkan oleh instansi resmi baik didalam pengertian lembaga atau pejabat tertentu.

Sehingga peraturan tersebut meliputi; undang undang, peraturan pengganti undang undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, surat keputusan, instruksi.

Menurut Bagir Manan (1990) peraturan perundang undangan adalah setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku dan bersifat secara umum.

Sementara menurut A. Hamid S. Attamimi (1982) peraturan perundang undangan adalah semua peraturan hukum yang dibentuk oleh semua tingkat lembaga dalam bentuk tertentu, dengan disertai sanksi dan berlaku serta mengikat rakyat.

Prof. TJ. Buys mengartikan peraturan perundang undangan mengikat secara umum. Sedangkan JHA. Logemann menambahkan dengan rumusan ” naar buiten werkende voorschrifteen ” sehingga berbunyi menjadi algemeen bidende en naar buiten werkende voorschrifteen peraturan yang mengikat secara umum dan berdaya laku keluar.
Dari batasan dan pengertian peraturan perundang undangan sebagaimana dirumuskan diatas.

Menurut Rosjidi Rangawidjaja (1998) dapat diidentifikasi sifat sifat atau ciri ciri dari suatu peraturan perundang undangan yaitu;

  1. Peraturan perundang berupa keputusan tertulis. Jadi mempunyai bentuk atau format tertentu.
  2. Dibentuk, ditetapkan, dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah pejabatt yang ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik berdasarkan atribusi maupun delegasi.
  3. Peraturan perundang undangan tersebut berisi aturan pola tingkah laku. Jadi, peraturan perundang bersifat pengatur (regulerent). Tidak bersifat sekali jalan (enmahlig).
  4. Peraturan perundang undangan mengikat secara umum ( karena ditujukan kepada umum) artinya tidak ditujukan kepada seseorang atau individu tertentu ( tidak bersifat individual)

Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2019 Pasal 7 ayat 1 menyebutkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Selanjutnya Pasal 8 ayat (1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

(2) Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Berdasarkan uraian di atas sudah jelas dan tegas, apa yang sudah jelas dan tegas tidak perlu ditafsirkan lagi mengenai pengertian perundang-undangan dan jenis peraturan perundang-undangan.

Bahwa AD ART suatu organisasi baik partai politik atau organisasi lain bukan termasuk peraturan perundang undangan dan jenis peraturan perundang undangan sebagaimana dimaksud UUD 1945 dan undang undang.

AD/ART partai politik sejatinya adalah peraturan internal suatu partai yang dibuat dan disepakati oleh anggota partai tersebut sebagai rule of game mereka dalam berorganisasi dan tidak berlaku keluar tetapi berlaku internal.

Menurut penulis, yang berwenang melakukan penilaian AD/ART suatu organisasi adalah pemerintah ketika AD/ART tersebut didaftarkan ke Departemen Hukum dan HAM.

Pemerintah mempunyai kewajiban menilai apakah AD/ART suatu partai politik tersebut bertentangan dengan undang-undang.

Persoalan lain yang akan muncul adalah apabila Mahkamah Agung dalam hal ini menerima gugatan Yusril Ihza Mahendra, dimana dia mendalilkan bahwa Mahkamah Agung berwenang menguji AD ART maka Mahkamah Agung menambah kewenangannya sebagaimana yang telah ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 24 ayat 1 serta memperluas pengertian peraturan perundang undangan. Maka hal ini sudah mengambil kewenangan dari lembaga lain yang dalam hal ini Mahkamah Konstitusi.

Disarankan
Click To Comments