Pilkada Serentak Cetak 545 Kepala Daerah, Menurut Islam Pemimpin harus Camkan Hal Ini
WASPADAI PEMIMPIN HUBBUDUNYA
JAKARTA,PenaMerdeka – Pada 27 November 2024 nanti, ada sebanyak 545 daerah di tingkat kota, kabupaten dan provinsi yang menggelar pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) secara serentak.
Maka akan ada 545 calon pemimpin yang menahkodai roda pemerintahan daerah tingkat satu (provinsi) dan dua (kota/kabupaten).
Meski gelaran pilkada langsung telah dilaksanakan sebanyak lima kali, namun perhelatan yang secara serentak baru dilaksanakan perdana di tahun 2024 ini.
Dengan rincian 37 provinsi melaksanakan pemilihan umum pasangan gubernur dan wakil gubernur (Pilgub), sebanyak 415 kabupaten menggelar pemilihan pasangan calon bupati dan wakil bupati (Pilbup), dan berjumlah 93 daerah yang akan melaksanakan pemilihan umum pasangan wali kota dan wakil wali kota (Pilwalkot).
Para calon kepala daerah telah memberikan visi dan misi yang didaftarkan ke KPU, dan selanjutnya akan dijadikan ketetapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebagai penjabaran tujuan sasaran program rakyat.
Hal ini menjadi janji atau amanah setelah pasangan calon menang dalam kontestasi Pilkada. Dan calon pemenang harus menepatinya untuk membawa kemakmuran kepada rakyatnya.
PEMIMPIN AMANAH DAN KONSEKUENSI PERTANGGUNGJAWABAN
Di balik amanah yang diamanatkan manusia menjadi pemimpin atau khalifah adalah ada konsekuensi pertanggungjawaban.
Dalam satu riwayat, ulama besar Imam Al Ghazali pernah bertanya kepada muridnya.
“Apa yang paling berat?” Ternyata paling berat bukan benda yang berat jenisnya besar seperti besi, baja dan sebagainya atau ukurannya besar seperti bumi, matahari dan lainnya.
Tetapi kata Al Ghazali yang paling berat adalah amanah karena nanti kelak harus dipertanggungjawabkan. Hanya manusia saja yang diberi amanah dan harus dipertanggungjawabkan.
Secara bahasa, amanah dapat diartikan sesuatu yang dipercayakan atau kepercayaan. Amanah juga berarti titipan (al-wadi‘ah). Amanah adalah lawan dari khianat. Pemimpin yang menggerogoti atau hanya mengambil keuntungan mengkorupsi dana rakyat untuk kepentingan pribadi dan kelompok adalah termasuk zalim.
WARNING PEMIMPIN LALAI
Fenomena akhir zaman kini tidak sedikit hamba melupakan kepercayaan kekuasaan jabatan yang diberikan adalah mutlak karena Allah Azza wa Jalla. Dalam surah Ali Imron ayat 26 bahwa kekuasaanNya adalah benar benar hakiki lalu mutlak.
Hamba yang disebut lalai memang dimungkinkan lantaran awalan niat seorang tersebut. Apakah mencari kekuasaan menjadi raja kecil di daerah masing masing atau mengemban amanah untuk umat.
Dalam surah Ali Imron:26 itu menurut para Mufasir mempunyai makna peringatan bahwa kehendak Allah Azza wa Jalla yang bisa mengangkat derajat hambanya menjadi penguasa atau pemimpin dengan seketika. Lalu padahal Allah SWT pun mampu meruntuhkan kekuasaan di dunia seseorang sesuai siapa yang dikehendakiNya.
Kekuasaan-Nya menegaskan bahwa tidak ada kekuatan manusia dalam untuk apapun termasuk menjadi pemimpin atau umaro.
Mewaspadai gelagat kalau manusia sangat senang dengan amanah, artinya orang yang berlomba lomba meraih jabatan biasanya lupa pesan intinya yakni menjadi amanah. Ini ada apa?
Bersyukur dan tawadhu atau merendah kepada yang kuasa reaksi sangat dianjurkan dalam agama. Mendapat amanah bathin dalam qolbu menjadi takut, sedih, menangis.
WASPADA DUNIA BERSYUKUR LURUSKAN NIAT BEKAL AKHIRAT
Lalu yang disarankanya sebaiknya mengucapkan syukur karena dipercaya menjadi pemimpin yang sejatinya akan menambah bekal akhirat. Memohon petunjuk Allah mengikuti Sunah Nabi agar mampu mengemban amanah yang hanya diitipkan oleh-Nya pula.
“Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’un” adalah kata yang diucapkan Umar bin Abdul Aziz saat diangkat menjadi pemimpin atau khalifah saat itu.
Allah SWT dalam firmannya juga menyatakan hati-hati agar manusia tidak terperdaya dunia dan syetan. Seakan bahwa cinta dunia (hubud dunya) dan syetan akan menenggelamkan manusia.
Dalam penggalan surah Al Fatir ayat 5 berbunyi:
فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا ۖ وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِٱللَّهِ ٱلْغَرُورُ
Arab-Latin:
fa lā tagurrannakumul-ḥayātud-dun-yā, wa lā yagurrannakum billāhil-garụr
Artinya:
Maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.
Dengan begitu, bismillahirohmannirrohim: Luruskan niat sehingga kemudian tidak lupa diri kita yang lemah melewati batas. Jabatan dunia jangan sampai menjadi beban akhirat sehingga maka itu syahwat dunia ditekan sedalam mungkin.
Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda:
حب الدنيا رأس كل خطيئة
“Hubbud dunya ro’su kulli khoti’ah” (cinta dunia adalah pangkal semua keburukan).
Yang kemudian dijabarkan kembali oleh Imam Al Ghazali:
فبغضها رأس كل حسنة
“Fabaghdhuha ro’su kulli hasanah” (maka membenci dunia adalah modal kebaikan).
Kegelapan ini bisa sirna apabila diterangi oleh taqwa, sebab substansi taqwa adalah ‘takut’; takut akan terjatuh pada larangan-Nya. Sehingga seseorang hanya akan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.
Imam Al Ghazali yang memiliki nama asli Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-syafi’I juga dalam karangannya mengambil hadis Nabi Muhamad SAW .
Sebagaimana juga dijelaskan dalam hadis Muttafaq ‘alaih yaitu:
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدِ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً, يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ, وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ, إِلَّا حَرَّمَ اَللَّهُ عَلَيْهِ اَلْجَنَّةَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya:
“Dari Ma’qil Bin Yasar Radhiyallahu anhu berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allâh untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allâh mengharamkan surga atasnya.” (H.R. Muttafaq alaih)
Rasul juga bersabda yang ditulis oleh Imam Ghazali dalam kitab Al-Tibr Al-Masbuk Fi Nashihah Al-Muluk yaitu:
اَشَدُ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ السُّلْطَانُ الظَّالِمُ
Artinya:
“Orang yang mendapat siksa paling berat di Hari Kiamat nanti adalah sultan yang zalim.”
Wallohu a’lam bishowab, agar menjadi perhatian kita semua. Karena fitrah manusia adalah khalifah yang sengaja diturunkan ke bumi untuk memimpin. Tidak mesti yang kontes maju di Pilkada serentak saja. (red)