Gaduh Pengangguran di Banten

Pemprov Ragu Survei Pengangguran di Banten

BANTEN,PenaMerdeka – Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data sebanyak 8,11 persen untuk pengangguran di Banten untuk report periode Agustus 2019. Secara nasional persentasinya mengantongi predikat jumlah pengangguran tertinggi.

Meskipun pada Agustus 2019, di Banten ada kenaikan sebanyak 230 ribu orang yang tertampung bekerja. Kini, total pada 2019 sekitar 5,56 juta penduduk yang berstatus pekerja.

8,11 persen progres angka pengangguran mengalami penurunan tetapi secara nasional angka pengangguran tertinggi terpatok sebesar 5,28 persen. Sekarang ini ada sebanyak 490,8 ribu orang di Banten yang menganggur.

“Angka pengangguran di Banten menempati peringkat pertama terbesar nasional,” kata Kepala BPS Banten Adhi Wiriana di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Serang, Selasa (5/11/2019).

Adhi menenerangkan, pengangguran di Banten juga didominasi oleh lulusan SMK dibandingkan jenjang pendidikan lain. Ada sekitar 13,03 persen pengangguran disumbangkan lulusan SMK.

Pengangguran terbanyak kata Adhi, terjadi di Kabupaten Serang. Totalnya mencapai sebesar 10,54 persen dan disusul Kabupaten Tangerang.

Selain itu, daerah yang mengalami peningkatan jumlah pengangguran terjadi di Pandeglang yang pada periode Agustus 2018 sebesar 8,33 persen menjadi 8,71 persen.

Menurutnya ada beberapa penyebab angka pengangguran Banten menjadi yang tertinggi secara nasional. Pertama, Adhi menilai pada Februari-September daerah ini mengalami kemarau panjang. Hal ini mengakibatkan petani menganggur karena tidak bisa menanam karena pasokan air yang kurang.

Kedua, ada beberapa industri yang merumahkan karyawannya. Dan peralihan industri yang mengakibatkan jumlah pengangguran bertambah. Salah satunya, perumahan karyawan di Krakatau Steel (KS) dan tutupnya perusahaan Sandratex di Tangerang Selatan.

“Peralihan indusri di Tangsel pindah, Sandratex tutup mengakibatkan angka pengangguran (Banten) meningkat,” kata Adhi.

Pemprov Ragu Akurasi Survei Pengangguran BPS

Pemprov Banten menyangsikan hasil data pengangguran periode 2019 dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Menurut Sekretaris Daerah Provinsi (Sekda) Pemprov Banten Al Muktabar, saat ini pihaknya sedang mengkaji metode survei yang dipakai BPS.

Pasalnya kata dia, hasil survei bisa saja tidak sesuai realita di lapangan. Pemprov mempertanyakan refsentatif data sampling yang diambil dari BPS.

“Kita mereview bagaimana survei itu, representatif enggak, itu kan sampling, apakah tepat waktunya, waktu juga menentukan, apakah (yang disurvei) sedang wisuda atau sedang masa akhir studi,” kata Muktabar ditemui wartawan beberapa waktu lalu.

Ada sejumlah alasan yang memperkuat kalau di provinsi itu tidak masuk kategori daerah miskin. Hasil survei tingkat pengangguran terbuka (TPT) tidak sejalan dengan survei kemiskinan di Provinsi Banten. Saat ini jumlah penduduk miskin di Banten mengalami tren penurunan.

“Sehingga, jika dikaitkan dengan hasil survei pengangguran, tidak sejalan,” ucapnya.

“Pengangguran yang tinggi identik kemiskinan yang tinggi. Faktanya kemiskinan menurun di Banten, itu secara etimologi semacam anomali.

Keadaan kita kemiskinan menurun ada banyak agenda ekonomi digital berjalan. Sesungguhnya sodara kita punya income memadai,” ujar Sekda.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), angka kemiskinan Provinsi Banten menunjukkan tren penurunan. Tercatat pada Maret 2019 sebesar 5,09 persen, atau mengalami penurunan tipis sebesar 0,16 poin dibanding periode sebelumnya yang sebesar 5,25 persen.

Muktabar mengaku bahwa Pemorov Bante sedang menjalankan program penempatan sekolah kejuruan sesuai kebutuhan daerah.

Sehingga tidak adalagi lulusan SMK yang tidak terpakai di daerahnya sendiri lantaran tidak sesuai dengan industri yang dibutuhkan.

“Saat ini kan kewenangan SMK, SKH dan SMA sudah ada di tangan Pemprov Banten, sebelumnya kan ada di Kota dan Kabupaten. Jadi sudah mulai digalakkan, kita akan jembatani supaya ada link and match dengan perusahaan,” pungkas Sekda. (tim/red)

Disarankan
Click To Comments